TATTWA ATMAN BRAHMAN

 


1.      TATTWA

Kata Tattva berasal dari bahasa Sansekerta “Tat” yang artinya itu, dan “Twa” yang artinya itu, yang maksudnya adalah hakekat atau kebenaran. Dalam sumber lainya kata Tattva juga berarti falsafah (Filsafat agama). Maksudnya adalah ilmu yang mempelajari kebenaran sedalam-dalamnya (sebenarnya) tentang sesuatu seperti mencari kebenaran tentang Tuhan, tentang atma serta yang lainya. Sampai pada proses kepada kebenaran tentang reinkarnasi dan karmapala.) Dalam ajaran Tattva, kebenaran yang dicari adalah hakekat Brahman (Tuhan) dan segala sesuatu yang terkait dengan kemahakuasaan Tuhan, seperti yang disebutkan dalam buku Theologi Hindu, kata Tattva berarti hakekat tentang Tat atau Itu (yaitu Tuhan dalam bentuk Nirguṇa  Brahman ). Pengguna an kata Tat sebagai kata yang artinya Tuhan, adalah untuk menunjukan kepada Tuhan yang jauh dengan manusia. Kata “Itu“ dibedakan dengan kata “ Idam “ yang artinya menunjuk pada kata benda yang dekat (pada semua ciptaan Tuhan). Definisi di atas berdasarkan pada pengertian bahwa Tuhan atau Brahman adalah asal segala yang ada, Brahman merupakan primacosa yang adanya bersifat mutlak. Karena sumber atas semua yang ada, tanpa ada Brahman maka tidak mungkin semuanya ada.

Tattva juga dapat diartikan kebenaran yang sejati dan hakiki. Penggunaan kata Tattva ini sebagai istilah filsafat didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai, oleh filsafat itu yakni kebenaran yang tertinggi dan hakiki. Didalam lontar-lontar di Bali kata Tattva inilah lebih sering diguṇa kan jika dibandingkan dengan ke tiga istilah filsafat yang lainya, pendidikan, tempat suci, upacara yajňa, adat istiadat dan lainya, semua itu merupaka konsep dasar atau inti sarinya adalah Tattva. Dengan pengertian tersebut di atas maka dapat diartikan bahwa Tattva adalah suatu istilah filsafat agama yang diartikan kebenaran yang sejati dan hakiki yang didasari perenungan yang betul –betul memerlukan pemikiran yang cemerlang agar sampai kepada hakekat dan sifat kodrati

Ajaran Hindu kaya akan Tattva atau dalam ilmu modern disebut filsafat, secara khusus filsafat disebut Darśana. Dalam perkembangan agama Hindu atau kebudayaan Veda terdapat Sembilan cabang filsafat yang disebut Nawa Darśana. Pada masa  Upaniṣad, akhirnya filsafat dalam kebudayaan Veda dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu astika (kelompok yang mengakui Veda sebagai ajaran tertinggi) dan nastika (kelompok yang tidak mengakui Veda ajaran tertinggi ). Terdapat enam cabang filsafat yang mengakui veda yang disebut Ṣaḍ Darśana (Nyāyā, Sāṁkya, Yoga, Mīmāmsā, Vaisiseka, dan Vedānta) dan tiga cabang filsafat yang menentang Veda yaitu Jaina, Carvaka dan Buddha (agama Buddha).

Darśana merupakan bagian penulisan Hindu yang memerlukan kecerdasan yang tajam, penalaran serta perasaan, karena masalah pokok yang dibahasnya merupakan inti sari pemahaman Veda secara menyeluruh di bidang filsafat. Filsafat merupakan aspek rasional dari agama dan merupakan satu bagian integral dari agama. Nama atau istilah lain dari Darśana tersebut adalah; Mananaśāstra (pemikiran atau renungan filsafat), Vicaraśāstra (menyelidiki tentang kebenaran filsafat), tarka (spekulasi), Śraddhā (keyakinan atau keimanan).

Filsafat juga merupakan pencarian rasional ke dalam sifat Kebenaran atau Realitas, yang juga memberikan pemecahan yang jelas dalam mengemukakan permasalahan-permasalahan yang lembut dari kehidupan ini, di mana ia juga menunjukan jalan untuk mendapatkan pembebasan abadi dari penderitaan akibat kelahiran dan kematian. Filsafat bermula dari keperluan praktis umat manusia yang menginginkan untuk mengetahui masalah-masalah transcendental ketika ia berada dalam perenungan tentang hakekat kehidupan itu sendiri. Ada dorongan dalam dirinya untuk mengetahui rahasia kematian, rahasia kekekalan, sifat dari Jīva (roh), sang pencipta alam semesta ini. Dalam hal ini filsafat dapat membantu untuk mengetahu semua permasalahan ini, karena filsafat merupakan ekpresi diri dari pertumbuhan jiwa manusia, sedangkan filsuf adalah wujud lahiriahnya. Para pemikir kreatif dan para filsuf merupakan wujud muncul pada setiap jaman dan mereka mengangkat dan mengilhami umat manusia.

Pemikiran tentang kematian, selalu menjadi daya penggerak yang paling kuat dari ajaran agama dan kehidupan keagamaan. Manusia takut akan kematian dan tidak menginginkan untuk mati. Inilah yang merupakan titik awal dari filsafat, karena filsafat mencari dan menyelidiki. Pemahaman yang jelas dari manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, merupakan masalah yang sangat penting bagi para pelajar filsafat dan bagi para calon spiritual (sādhaka) sehingga berbagai aliran filsafat dan bermacam-macam aliran kepercayaan keagamaan yang berbeda telah muncul dan berkembang dalam kehidupan umat manusia.

Filsafat Hindu bukan hanya merupakan spekulasi atau dugaan belaka, namun ia memiliki nilai yang sangat luhur, mulia, khas, dan sistematis, yang didasarkan atas pengalaman spiritual mistis yang dikenal sebagai Aparokṣa Anubhūti. Para pengamat spiritual, para orang bijak, dan para Ṛṣi yang telah mengarahkan persepsi intuitif dari Kebenaran, adalah para pendiri dari berbagai sistem filsafat yang berbeda-beda, yang secara langsung maupun tidak langsung mendasarkan semuanya pada Veda. Mereka yang telah mempelajari kitab-kitab Upaniṣhad secara tekun dan hati-hati akan menemukan keselarasan antara wahyu-wahyu Śruti dengan kesimpulan filsafat.

 Kita mempelajari Tattwa karena adanya tiga kerangka Agama Hindu, yaitu Tattwa, Susila dan Upacara. Antara ketiga kerangka Agama Hindu Tersebut saling berkaitan satu sama lainnya. Dalam melakukan suatu upacara kita harus tahu Tattwa dari Upacara yang dilaksanakan, atau filsafat/pengetahuan dari upacara yang dilakukan disamping etika dari upacara tersebut

2.      BRAHMAN

Brahman (Paramatman) adalah keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan salah satu bagian dari Panca Srada untuk dapat mencapai tujuan hidup di dunia ini yang sebagaimana disebutkan: Brahman Atman Aikyam sejatinya itu adalah sesuatu yang tunggal. Sebagai jiwa dari Bhuwana Agung, alam semesta dan seluruh kehidupan di alam ini yang disebut Sang Hyang Widhi. Karena Dialah asal segala yang ada ini dan kepadaNya pula segala yang ada ini akan kembali.

Dimana Brahman dalam adwaita wedanta juga disebutkan, Brahman hanya ada satu, tidak ada duanya, Namun orang-orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama yang dalam bahasa sansekerta disebutkan, "Sa eko bhagavan sarvah Siva karana karanam ..."

Dalam Lontar Sudamala disebutkan bahwa Sang Brahman Tuhan Yang Maha Esa, turun ke semesta dengan dua perwujudan yaitu Sang Hyang Wenang dan Sang Hyang Titah untuk menjaga ketentraman dan menolak bahaya sehingga terwujudlah pekarangan dan alam sekitar yang harmonis, bahagia, aman tentram dan penuh kedamaian. Suatu kebahagiaan yang tidak disusul oleh kedukaan kembali melalui jalan moksa dengan bersatunya Atman dengan Brahman, sebagai asal dan kembalinya para atman, yang dalam Brahma Purana disebut juga sebagai jiwa ilahi (Paramatman).

Dalam tingkatan alam Satya Loka disebutkan Beliau selalu mengasihi dan membimbing seluruhnya dan menjadi apa yang disebut maha-kesadaran kosmik; Maha Ada, Maha Pengasih Maha Kuasa, dan Maha Segala-galanya. Yang memiliki sifat, Maha Besar, Maha tahu, Ada dimana-mana. Bersifat gaib, dan Tidak dapat dilihat. 

Walaupun demikian, Tuhan itu adalah tunggal dan hanya satu yaitu Esa yang dalam bait Mantram Puja Tri Sandhya dalam pelaksanaan sembahyang sehari – hari. Ia hanya satu dan tidak ada duanya yang bermanifestasi menjadi dewa dewi sebagai sinar suci dari Tuhan yang Maha Kuasa yang dalam konsep Tri Kona, Tuhan sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur atas keberadaan. alam semesta ini dan segala isinya. 

Keyakinan atas keberadaan Brahman sebagai salah satu bagian dari Panca Srada dalam beberapa kutipan kitab suci, Brahman dalam wujud Nirguna dan Saguna Brahman sebagaimana dijelaskan, Dalam upanisad, kesucian perwujudan Brahman Sebagai Nirguna Brahman yang tidak berbentuk dan Berbentuk sebagai Saguna Brahman dalam keabadian waktu (kala) dan ketidakabadian (akala).

Dalam Lontar Wrhaspati Tattwa, keberadaan Brahman disebutkan sebagai berikut,

1.       Sebagai Nirguna Brahman dalam perwujudan sepi, suci murni, kekal abadi, dan tanpa aktivitas sebagai kesadaran tertinggi yang sama sekali tidak terjamah oleh belenggu mayā,

2.       Dengan Sakti, guna serta swabhawanya sebagai Saguna Brahman yang aktif dengan segala ciptaan-ciptaanNya.

3.      ATMAN

Atman adalah merupakan percikan- percikan kecil (halus) dari Brahman/ Sang Hyang Widhi Wasa yang berada di dalam setiap makhluk hidup. Atman di dalam badan manusia disebut: Jiwatman yaitu yang menghidupkan manusia. Hubungan atman dengan badan ini ibarat bola lampu dengan listrik. Bola lampu tidak akan menyala tanpa listrik, demikian pula badan jasmani takkan hidup tanpa atman.

Demikianlah atman itu menghidupkan sarwa prani (makhluk di alam semesta ini). Indria tak dapat bekerja bila tak ada atman. Misalnya telinga tak dapat mendengar bila tak ada atman, mata tak dapat melihat bila tak ada atman, kulit tak dapat merasakan bila tak ada atman. Atman itu berasal dari Sang Hyang Widhi Wasa, bagaikan matahari dengan sinarnya. Sang Hyang Widhi Wasa sebagai matahari dan atma- atma sebagai sinar- Nya yang terpencar memasuki dalam hidup semua makhluk.

Atman yang telah terkena pengaruh dari maya, disebut dengan jiwa. Sehingga Jiwa memiliki keterbatasan. Jiwa bisa berreinkarnasi berkali-kali apabila belum mencapai moksa yang disebut dengan kebahagiaan tertinggi yaitu menyatunya Atman dengan Brahman. Sedangkan Jiwa yang telah meninggalkan badan kasar, tetapi masih terikat oleh unsur keduniawian maka jiwa tersebut disebut dengan Roh.

4.      ROH

Roh adalah Jiwa makhluk hidup yang yang telah meninggalkan badan kasar dari makhluk tersebut, tetapi masih terikat oleh unsur duniawi. Biasanya roh meninggalkan badan kasar tidak tepat waktu, tetapi seharusnya masih ada dalam diri makhluk tersebut, karena rusaknya badan kasar tersebut sehingga roh tidak mau lagi menempati badannya tersebut. Tetapi segala hal yang seharusnya terjadi yang berkaitan dengan duniawi masih dirasakan oleh roh tersebut. Contohnya orang yang meninggal Salah pati, Ulah pati. Roh dari makhluk tersebut masih gentayangan dan masih bisa dilihat oleh manusia yang lainnya.

5.      BERSATUNYA ATMAN DENGAN BRAHMAN

Brahman Atman Aikyam, sesungguhnya Atman dan Brahman itu tunggal. Aham Brahman Asmi, Aku adalah Brahman. Atman percikan Brahman (tuhan) yang terpisah. Perpisahan disebabkan oleh sifat Awidya (tidak tahu). Karena awidya orang mudah terpengaruh oleh maya/bayangan khayal yg menyebabkan kesenangan, saat seperti inilah Atman itu disebut dengan Jiwa.

Perbedaan Atman dg Brahman, atman merupakan percikan dari Brahman, dan Brahman adalah sumber dari Atman. Persamaan Atman dg Brahman yaitu:  sifatnya kekal abadi, abstrak dan gaib.

Atman dapat bersatu dengan Brahman saat Jiwa berubah  menjadi Atman, yaitu tidak lagi terpengruh atau terikat oleh unsur keduniawian. Saat bisa membiarkan semua yang terjadi berjalan sebagaimana mestinya. Karena Brahman tidak terikat oleh unsur keduniawian. Menyatunya Atman Dengan Brahman disebut dengan Moksa. Moksa bisa dicapai tidak hanya saat manusia itu telah meninggal dunia atau saat Atman telah meninggalkan badan kasarnya, tetapi Moksa memiliki tingkatan yaitu:

1.      Samipya merupakan kebebasan yang dicapai semasa hidup di dunia ini, karena telah bisa melepaskan diri dari pengaruh maya, sehingga saat meditasi beliau mampu mendengar wahyu Tuhan. Sama halnya dengan Jiwa Mukti.

2.      Sarupya merupakan kebebasan yang dicapai semasa hidup karena kelahirannya. Kedudukan atman merupakan pancaran kemahakuasaan Tuhan, sepeti halnya Sri Rama, Sri Kresna, Buddha Gautama.

3.      Salokya merupakan kebebasan yang dicapai oleh Atman, dimana Atman itu sendiri telah berada dalam posisi yang sama dengan Tuhan. Sama halnya dengan Wideha Mukti

4.      Syaujya merupakan kebebasan tertinggi dimana Atman telah dapat bersatu dengan Tuhan, sehingga terwujud “Brahman Atman Aikyam” yang artinya Atman dan Brahman sesungguhnya tunggal. Sama halnya dengan Purna Mukti

6.      ALAM SEMESTA

Dalam Weda asal muasal alam semesta dikatikan langsung dengan Hyang Widhi yang diuraikan seperti dengan penjelasan sains modern. Davies menyatakan bahwa saat ini mayoritas ahli kosmologi dan astrologi menyatakan bahwa terjadinya penciptaan terjadi sekitar delapan belas milyar tahun yang lalu, akibat dari sebuah “dentuman dahsyat” (Big Bang). Agama dipandang menyajikan sebuah pengetahuan yang didapat dari orang suci melalui intuisinya.

Dalam ajaran kosmologi Hindu, alam semesta dibangun dari lima unsur, yakni: tanah (zat padat), air (zat cair), udara (zat gas), api (plasma), dan ether. Kelima unsur tersebut disebut Pancamahabhuta atau lima unsur materi. Alam semesta merupakan penggabungan dari kekuatan Purusa dan Prakerti(kecerdasan dari kekuatan tertinggi yang mengendalikan kekuatan material). Alam dipandang sebagai sosok suatu mahluk hidup yang sangat besar yang merupakan perwujudan dari kekuatan kosmis.

Dalam kitab purana dan upanisad Menurut kepercayaan Hindu, alam semesta terbentuk secara bertahap dan berevolusi. Penciptaan alam semesta dalam kitab Upanisad diuraikan seperti laba-laba memintal benangnya tahap demi tahap, demikian pula Brahman menciptakan alam semesta tahap demi tahap. Brahman menciptakan alam semesta dengan tapa. Dengan tapa itu, Brahman memancarkan panas. Setelah menciptakan, Brahman menyatu ke dalam ciptaannya.

Menurut kitab Purana, pada awal proses penciptaan, terbentuklah Brahmanda. Pada awal proses penciptaan juga terbentuk Purusa dan Prakerti. Kedua kekuatan ini bertemu sehingga terciptalah alam semesta. Tahap ini terjadi berangsur-angsur, tidak sekaligus. Mula-mula yang muncul adalah Citta (alam pikiran), yang sudah mulai dipengaruhi oleh Triguna, yaitu Sattwam, Rajas dan Tamas. Tahap selanjutnya adalah terbentuknya Triantahkarana, yang terdiri dari Buddhi (naluri); Manah (akal pikiran); Ahamkara (rasa keakuan). Selanjutnya, munculah Pancabuddhindria dan Pancakarmendria, yang disebut pula Dasendria (sepuluh indria).

 

Comments

Popular posts from this blog

AHIMSA

JALAN KELEPASAN MENURUT JNANA SIDDHANTA