Peningkatan Kualitas kemanusiaan Melalui Peningkatan Sadhana
6.3
Peningkatan Kualitas kemanusiaan Melalui Peningkatan Sadhana
Sesungguhnya
tidak sulit untuk menjadikan manusia ke taraf manusia bijaksana yang penuh
dengan sifat kasih sayang. Sebab manusia itu memang lahir atau berasal dari
kasih sayang Tuhan. Sehingga kasih sayang sesungguhnya merupakan ciri dan
karakter manusia asli manusia. Persoalannya sekarang di era Kaliyuga ini, manusia terlanjur senang
dan bangga dengan dosa-dosanya. Perilaku
manusia bahwa pada umumnya mereka bangga dengan dosa-dosanya, misaalnya
berpenampilan urak-urakan, ngomong ngacau, berpikir yang negatif, yang pada
umumnya tidak bisa berpikir, berkata dan berbuat yang baik.
Sesungguhnya
ada usaha-usaha kecil dapat mengarahkan manusia pada jalan spiritual atau jalan
yang dapat membangkitkan kesadaran spiritual manusia. Contoh-contoh kecil
seperti: mencoba untuk melatih duduk hening, mengurangi ngobrol yang
tidak-tidak, melaksanakan puasa, membantu oranglain, mendengar nasehat orang
lain. Walaupun semua itu dilakukan tidak dalam bimbingan atau kontrol dari guru
hal ini juga termasuk suatu Sadhana
(disiplin spiritual) sangat baik yang secara evolusi akan memberi manfaat yang
baik pada manusia. Sarasamuccaya mengatakan; segala kebaikan akan menawarkan
dirinya kepada orang-orang yang berlaku sesuai dengan Dharma. Dharma harus menjadi patokan atau pedoman perilaku manusia
sebagaimana diuraikan dalam beberapa sloka Sarasamuccaya
6.3.1
Dharma Haruslah Menjadi Landasan dalam Mencari Harta Benda da Kepuasan.
Apapun
yang diperbuat oleh manusia harus berdasarkan pada dharma dalam mencari harta harus dilandasi dharma. Artinya jangan sampai mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya
dengan cara-cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dharma atau kebenaran. Seperti sloka berikut:
Nihan
mata kami mangke, manawai, manguwuh, mapitutur: ling mami, ikang artha, kama,
malamaken dharma juga ngulaha, haywa palangpang lawan dharma mangkana ling
mami, ndatan juga angrengo ri hturnyan eweh sang makolah dharma sadana, apang
kunang hetunya.
(Sarasamuccaya
11)
Itulah
sebabnya hamba, melambai-lambai: berseru-seru mengingatkan, kata-kata hamba :
“dalam mencari artha dan kama itu hendaknya selalu didasarkan pada dharma;
jangan sekali-kali bertindak bertentangan dengan dharma”, demikian kata hamba;
namun, tidak ada yang memperhatikannnya; oleh karena katanya, adalah sukar
berbuat atau bertindak berdasarkan dharma, apa gerangan sebabnya?.
6.3.2
Dharma Harus Didahulukan
Dharma bagaikan
pelita, kompas Dharma bagaikan peta
yang harus dipegang dan dijadikan pedoman dalam melangkah menyusuri
lorong-lorong atau jalan setapak di dalam hutan rimba perilaku. Oleh karen itu Dharma semestiny selalu ditempatkan pada
baian depan, sebagaimana uraian sloka berikut
Yan paramarthanya yan arthakama
sadhya, dharma juga lekasakena rumuhin, niyata katemwaming arthakama mene tan
paramartha wi katemwaning arthakama deninganasar sakeng dharma
(Sarasamuccaya 12)
Pada
hakekatnya jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya dharma hendaknya
dilakukan terlebih dahulu, tak disangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan
kama itu tidak akan ada artinya , jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang
dari dharma.
6.3.3
Dharma adalah ukuran kebajikan
Di
era kaliyuga ini hampir-hampir tidak ada ukuran kebajikan yang dijadikan
standar perilaku manusia. Sebab orang yang berperilaku buruk dianggap mulia,
dan yang berperilaku baik malah dipenjarakan. Serba terbalik, sehingga kadang
manusia tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Maka dharma
harus menjadi ukuran, takaran, standar penilaian terhadap kebajikan yang harus
dilaksanakan, sebagai uraian sloka berikut:
Kunang sang pandita, sang dharmika
juga, inastutinira, inalemnira, an sira prasiddha anemu suka, tan pangalem
sugih, kami, apan tan tuhu sukha, rihanning ahangkarajnanna, risedening
danakanma wiyawahara.
(Sarasamuccaya
13)
Yang
dimaksud dengan sang pandita (orang arif bijaksana) tak lain adalah orang yang
bijak yang melaksanakan dharma, (ia) dipuji, dan disanjung (karenanya), karena
ia telah berhasil mencapai kebahagiaan; beliau tidak menyanjung orang kaya,
(tidak juga menyanjung) orang yang selalu bernafsu dengan wanita, sebab
orang-orang itu tidak sungguh berbahagia, karena adanya pikiran angkara dan
masih dapat digoda oleh kekayaan dan hawa nafsu itu.
6.3.4
Dharma adalah Jalan ke Sorga
dengan
pandangan umum kebahagiaan diidentikkan dengan gambaran sorga. Sorga dibyangkan
sebagai tempat yang penuh dengan kedamaian, keindahan, kehidupan yang serba
baik. Wilayah sorga dibayangkan jauh di atas di tempat yang sangat suci dengan
para dewa dewi dipercayaai sebagai penguninya. Sebelum mencapai moksa maka
kelahiran dari sorga memberi peluang untuk lebih banyak memiliki kesempatan
berbuat baik (Dharma) di dunia. Seperti
uraian sloka berikut:
ikang dharma ngaranya, hanuning
mara ring suarga ika kadi gatining parahu, an henuning banyaga nentasing tasik
(sarasamuccaya
14)
Yang
disebut dharma, adalah jalan untuk pergi ke sorga; sebagaimana halnya perahu,
sesungguhnya adalah alat bagi seorang pedagang untuk mengarungi lautan.
6.3.5
Dharma Tak Perlu Disangsikan Hasilnya
Dharma
adalah kata dari kebenaran, kebenaran adalah hukum yang ta pernah salah,
sehingga dharma tak perlu disangsikan, ia akan berlaku adil dan tak pernah
salah karena dharma tak lain adalah manifestasi dari hukuk-hukum tuhan.
Tasyathe sarva bhutanam goptaram
dharmam atmajam, brahma tejomayam dandam asrjat purvam isvarah.
(Manava
Dharmasastra VII.14 )
Untuk
itu, Tuhan telah menciptakan anaknya, dharma, pelindung semua makhluk,
penjelmaNya (dalam bentuk) undang-undang, merupakan bentuk kejayaan dari
Brahman (Tuhan).
6.3.6
Dharma Sebagai Sarana Memusnhkan dosa
Sebenarny
Dharma adalah segala-galanya bagi manusia, karena manusia derivat Dharma,
bahkan seluruh alam akan kacau balau jika dharma tidak ada. Seperti sloka
berikut:
Kadi krama sang hyang Aditya, an
wijil humilangkeng petenging rat, mangkana tikang wwang mulahakening dharma, an
hilangaken salwiring papa. (Sarasamuccaya
16)
Seperti
perilaku matahari yang terbit melenyapkan gelapnya dunia, demikianlah orang
yang melakukan dharma, adalah memusnahkan segala macam dosa.
6.3.7
Dharma Sumber Kebahagiaan
Dharma
yang tak lain adalah perwujudan Tuhan dala berbagai macam manifestasi baik
fisik maupun infisik. Dalam sloka berikut disebutkan bahwa:
Mwang
kottaman ikang dharma, prasiddha sangkaning hitawasana, irikang mulahaken ya,
mwang pinakasraya sang pandita, sang ksepanya, dharma manta sakening triloka. (Sarasamuccaya
18)
Dan
keutamaan dharma itu sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan bagi
yang melaksanakannnya; lagi pula dharma itu merupakan perlindungan orang yang
berilmu, tegasnya hanya dharma yang dapat melebur dosa tri loka atau jagat tiga
itu.
6.3.8
Dharma Berpengaruh Terhadap Lingkungan
Dharma
memiliki pengaruh terhadap seluruh sistem hukum-hukum di dunia, baik hukum yang
tampak dan dapat dibaca, maupun hukum-hukum kesunyataan (hukum mutlak) yang
datang dari kebenaran itu sendiri, seperti diuraikan dalam sloka berikut:
Kunang
paramathanya, kadyangganing wwai mangena tebu juga kanugrahan denika, milu
tekaning trenalatadi, saparek ikang tebu kanuragahan, mangkanang tang wwang
maka prawretting dharma, artha, kama, yasa, kasambi denika. (Sarasamuccaya 20)
Maka
pada hakekatnya seperti air yang menggenangi tebu, bukan hanya tebu itu saja
yang mendapat air, melainkan juga sampai kepada rumput, tanaman menjalar dan
lain-lain sejenisnya, serta segala tanam-tanaman di dekat tanaman tebu itu pun
mendapat air pula, demikianlah orang yang melaksanakan dharma, diperoleh pula
serta artha, kama, dan yasa (kemegahan)
6.3.9
Dharma Membuahkan Karma Baik dan Kelahiran dari Sorga
Kunang ikang wwang gumawayikang
subha karma, janmanyan sangke rig swarga delaha, litu hayu maguna, sujanma,
sugih, mawiirya, palaning subhakarmawasana tinemunya. (Sarasamuccaya 21)
Maka
orang yang melakukan perbuatan baik, kelahirannnya dari sorga kelak menjadi
orang yang rupawan, gunawan, muliawan, hartawan, dan berkuasa, hasil perbuatan
yang baik diperolehnya.
6.3.10
Dharma Membuahkan Keselamatan Dimana Saja
Dharma
adalah penjara “benteng” bagi manusia, oleh sebab itu dharma dapat menyelamatkan
bagi yang taat dan melaksanakannnya. Seperti sloka berikut:
Lawan ta waneh, ring helet, ring
alas, ring pringga, ring laya, salwirning duhkha hetu, ri paprangan kuneng, tar
teka juga ikang baya, ri sang dharmika, apanikang subha karma rumaksa sira (Sarasamuccaya 22)
Lagipula
meski di semak belukar, di hutan rimba, di jurang, di tempat-tempat yang
berbahaya, di segala tempat yang dapat menimbulkan kesusahan, baik di dalam
peperangan sekalipun, tidak akan timbul bahaya yang akan menimpa bagi orang yang
senantiasa melaksanakan dharma, karena perbuatan baiknya itulah yang
melindungi.
Comments
Post a Comment