AGAMA, IPTEK, DAN PERADABAN MODERN

 

BAB III

AGAMA, IPTEK, DAN PERADABAN MODERN

3.1 Agama dan IPTEK

            Agama dan IPTEk beberapa abad lalu satu dengan yang lainnya nampak saling membenci atau bermusuhan akibat sikap-sikap apologis dari keduanya. Di satu sisi Agama menganggap sebagai pengetahuan yang sempurna, selanjutnya menuduh ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sebagai pengetahuan duniawi yang tak sempurna. Pada sisi lain IPTEK juga bersift apologis, menganggap dirinya sebagai pengetahuan yang sempurna, rasional, bebas dari dogma dan takhayul. Serta IPTEK menganjurkan untuk menjauhkan alias membuang agama yang bersifat takhayul tersebut.sejarah mencatat banyak ilmuwan akhirnya mendapat penghakiman dari pihak agama, hinggga dendam dipihak ilmuwan menjadi begitu mendalam, yang menyebabkan ilmuwan yang berani berteriak; “Tinggalkan Agama karena agama hanya cocok bagi orang-orang bojuis atau para penyamun alias para orang linglung yang melamun” “ karena agama hanya cocok bagi orang-orang yang abnormal. Sekali lagi para ilmuwan berteriak tidak perlu beragama yang percaya dengan adanya Tuhan, sebab Tuhan sudah mati, untuk apa percaya dengan Tuhan yang telah mati.sejarah itu hanya berlaku di daerah barat, tidak berlaku bagi agama dan IPTEK hindu, karena dalam agama hindu, ke-Tuhana-an dan Iptek menjadi satu paket pengetahuan.

3.2 Agama Hindu Bebas Dari Apologetik

            Hinduisme tidak seperti agama Smitis, agama Hindu tidak berthan dengan apologi dan tidak harus dipertahankan dengan apologi, Hinduisme bebas dari apologi. Agama Hindu memiliki strategi dan metodologi tarka sebagi “media debat” untuk menguji kebenaran sebuah pengetahuan sains, religi, atau spiritual. Bahkan wahyu-wahyu berasal dari Tuhan yang dikodifikasi di dalam Veda, siap untuk diuji kebenarannya. Agam Hindu adalah suatu pengetahuan yang di dalamnya terdapat pengetahuan paravidya (spiritual) dan aparavidya (material) yang sipa dibuka, dibaca, dianalisis, ditafsirkan dan dimaknai. Agama Hindu merupakan kumpulan wahyu yang diterima oleh para maharsi melalui indria-indria: mata, telinga, pikiran (akal) dan budhi. Oleh sebab itu, agama Hindu dapat didekati dengan akal, pikiran, nalar atau sains. Hinduisme menampung menampung pengetahuan yang paling kuno hingga pengetahuan yang super modern (Donser, 2006:355). Sikap dan sifat apologis dari agama-agama semakin lama semakin luntur dan tanda-tanda ke arah itu semakin nampak. Svami Vivekananda mengatakan bahwa “ilmu pengetahuan dan agama akan bertemu dan bejabat tangan (Vivekananda dalam Maswinara ed. 1998:229) demikian juga, “tidak lama lagi waktunya sains dan agama akan saling bergandengan tangan”(Maswinara ed., 1998:229). Saat ini para ilmuwan barat dan agamawan barat telah sadar akan efek buruk dari permusuhan yang dibangun oleh mereka. Saat ini para ilmuwan dan agamawan barat sedang gencar-gencarnya mencari jalan “rujuk”agar dapat saling, membantu.

3.3 Paravidya da Aparavidya Dasar Logika Hindu

            Tuhan adalah sesuatu yang ilmiah oleh sebab itu bhagavadgita IX.17 menyatakan bahwa Tuhan adalah objek ilmu pengetahuan. Pernyataan yang menyatakan bahwa agama tidak ilmiah sesungguhnya muncul ketika para teolog Barat yang menganut agama Smitis bertolak belakang dengan paham para ilmuwan. Sehingga Agama bermusuhan dengan Sains (ilmu pengetahuan).

            Hinduisme tidak perlu membuat sidang pengadilan atas agama dan sains, karena Hinduisme tidak membuat dikotomi dan tidak menarik garis permusuhan dengan sains. Tuhan telah mengenugrahkan Veda sebagai bingkai pengetahuan Paravidya dan pengetahuan Aparavidya. Paravidya adalah pengetahuan yang jauh dari ukuran manusia (yakni Tuhan). Sedangkan Aparavidya adalah pengetahuan yang mempelajari tentang seluruh ciptaan. Jadi banguna Veda berdiri di atas dua tumpukan kaki pengetahuan, yakni kaki kanan pengetahuan paravidya yang berisikan sruti “spiritual” dan kaki sebelah kiri pengetahuan aparavidya yang berisikan smrti “sains”. Sehingga sains dan spiritual dalam Veda atau Hindu bagaikan dua sisi mata uang, yang merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

            Veda atau Hinduisme bertumpu pada dua pengetahuan yaitu Sriritual dan Sains yang seimbang, dengan demikian Veda atau Hinduisme melihat segala sesuatu dengan dua bola mata yang sempurna. Kerjasama antara mata kanan dan mata kiri demikian harmonisnya, hingga antara satu dengan yang lainnya sangat takut kehilangan. John F. Haught menyusun beberapa metode pendekatan untuk merukunkan antara agama dan sains. Ada empat metode, yaitu:

1.      Pendekatan konflik yaitu keyakinan pada dasarnya sains dan agama tidak dapat dirujukkan,

2.      Pendekatan Kontras yaitu pernyataan tidak ada pertentangan yang sungguh-sungguh, karena agama dan sains memberi tanggapan terhadap masalah yang sangat berbeda

3.      Pendekatan kontak yaitu pendekatan yang mengupayakan dialog interaksi, dan kemungkinan adanya penyesuaian antara sains dan agama, terutama mengupayakan cara-cara bagaimana sains ikut mempengaruhi pemahaman religius dan teologis

4.      Pendekatan konfirmasi yaitu perspektif yang lebih tenang, tetapi sangat penting ; perspektif ini menyoroti cara-cara agama, dan tataran yang mendalam, mendukung dan menghidupkan segala kegiatan ilmiah.

Sesungguhnya konsep pengetahuan hindu jauh lebih maju dibandingkan dengan konsep pengetahuan barat. Semua pengetahuan ada dalam Veda dan apa yang ada di tempat lain pasti ada dalam Veda tetapi apa yang tidak ada didalam Veda tidak ada di tempat lain (Sarasamuccaya 1).

Seiring dengan kemajuan zaman, maka pemahaman manusia tentang kebenaran juga mengalami kemajuan. Jika dulu ketika kedua belah pihak yaitu antara pihak agamawan dan pihak ilmuwan bersitegang untuk mempertahankan kebenaran masing-masing secara apologis, maka saat ini sikap apologis itu sudah pantas ditinggalkan. Dewasa ini antara sains dan agama sudah pantas dan harus saling bergandengan seperti  yang digambarkan oleh pengetahuan Hindu paravidya dan aparavidya.

3.4 Agama dan Etika Peradaban Manusia Modern

            Agama adalah pengetahuan yang paling tua, sebagai pengetahuan yang paling tua, maka agama harus dapat bersikap dewasa. Ia harus mengembangkan sikap kasih sayang seperti sikap seorang kakek terhadap para cucunya. Agama harus bersedia memberikan masukan kepada sains dan teknologi, ketika agama melihat bahwa apa yang dihasilkan oleh sains dan teknologi dapat membahayakan umat alam semesta (bumi) tempat manusia tinggal. Demikin juga agama semestinya bersedia menerima kritik dari sains dan teknologi terutama pada sikap dan prilaku yang bersifat apologis. Agama, sains dan teknologi secara bersama-sama harus mengendalikan peradaban modern yang semakin materialistik yang dapat menjauhkan manusia dari rasa keterikatanny terhadap Tuhan.

            Ciri masyarakat modern adalah berpikir pragmatis, cepat-tepat, efektif-efesien, sedikit modal-untung banyak, sedikit usaha hasil maksimal, lebih jelas masyarakat di zaman modern ini kurang sabar, ingin segalanya instan. Di era modern manusia malas bekerja karena mengandalkan peralatan yang terbuat dari mesin-mesin yang serba canggih. Orang-orang muda tidak lagi mau bkerja di desa sebagai petani, justru mereka pergi ke kota untuk mencari pekerjaan, dan menganggap pekerjaan sebagai petani adalah hal kuno. Oleh sebab itu, agama harus tampil untuk berperan mengembaikan pemahaman yang benar terhadap pekerjaan sebagai sarana pengabdian kepada Tuhan.

            Agama yang memiliki fungsi penyelamat, dalam berhadapan dengan pandangan-pandangan modern dan prilaku modern dewasa ini diharapkan lebih berenergi lagi dalam mengumandangkan kebenaran dengan bantuanmetodologi ilmiah yang dapat diterima oleh pikiran modern yang rasional. Mengilmiahkan atau merasionalkan ajaran agama tidak sama artinya dengan merendahkan agama, karena agama dianut oleh manusia-manusia rasional. Bahkan agama yang tidak rasional dikemudian hari akan ditinggalkan oleh umatnya. Oleh sebab itu, perlu adanya aktivitas reinterprestasi terhadap ajaran-ajaran agama.

3.5 Agama dan Peranan Kaum Intelektual

            Dunia ini berada pada paradigma baru yang tidak pernah diramalkan sebelumnya. Secara umum menurut pendapat umum, seluruh sendi-sendi kehidupan telah bergeser jauh atau menyimpang dari rambu-rambu agama dan kemanusiaan. Seolah-olah tidak ada kekuatan yang dapat mengendalikan arus perubahan paradigma tersebut. Bila pada zaman dulu, hanya nama raja saja disebut, maka seluruh rakyat akan menuruti perintah apapun yang diberikan. Berbeda dengan para Raja tempo dulu, saat ini presiden bersama menterinya di seluruh negara di dunia tidak lagi melaksanakan pantangan. Bahkan para menterinya banyak yang dipenjara karena perbuatan-perbuatan kecurangannya. Mungkin inilah salah satu faktor sehingga masyarakat atau rakyat sangat sulit mentaati perintah atau intruksi dari pemerintah.

            Melalui sindiran-sindiran halus yang disampaikan melalui gaya bahasa pleonasme seperti lagu dari Ebiet G. Ade “alam sudah enggan bersahabat dengan manusia atau Tuhan mulai bosan melihat tingkah manusia yang selalu bangga dengan dosa-dosa”, mestinya para tokoh agama dan para intelektual tergelitik hatinya untuk melakukan sesuatu. Mereka harus bangkit untuk menanggulangi bencana moral yang melana manusia, jangan justru para tokoh agama dan para intelektual menjadi komandan dalam menciptakan bencana moral itu. Bencana moral itu berasal dari dari kebodohan, oleh sebab itu kebodohan harus diberantas dengan cara memberi pengetahuan atau contoh. Contoh merupakan metode yang paling efektif dalam memberantas kebodohan atau ketidaktahuan, selain itu pula untuk memperbaiki kondisi dunia para tokoh jangan berbicara sembarangan yang dapat membuat masyarakat bingung.

3.6 Agama dan Tantangan Zaman

            Bila orang-orang bersedia membaca deskripsi ajaran catur yuga, maka pastilah orang-orang akan dapat membenrkan deskripsi itu. Era teknologi yang super canggih ini yang oleh orang barat dan beberapa negara lainnya menganggap sebagai abad pencerahan, namun bagi ajaran Hindu memandang sebagai era Kaliyuga yang telah ditetapkan sejak Parikesit-cucu Arjuna dinobatkan sebagai raja Hastinapura tanggal 18 Februari 3102 SM (Titib, 1996:7), maka sejak itu dunia sudah berada pada era Kaliyuga atau era kegelapan sampai saat ini. Pada era Kaliyuga sebagian besar umat manusia telah terseret jauh ke dalam kubangan lembah materialisme. Sebagaimana dalam istilah sosiologi dewasa ini ada yang disebut dengan agama baru, yaitu “agama Pasar”. Agama pasar memandang bahwa uang adalah Tuhannya.

            Siklus Yuga  harus berjalan, bahwa era kertayuga diganti dengan Tretrayuga, selanjutnya diganti dengan Dwaparayuga, dan akhirnya masuk era Kaliyuga. Kaliyuga adalah zaman penghancuran bagi segala sesuatu yang patut dihancurkan, dan Tuhan berjanji akan melindungi dari kehancuran bagi orang-orang yang berbuat Dharma. Oleh sebab itu, sebelum tanggal deadline program penghancuran itu dijatuhkan oleh Dewa Siwa, maka manusia masih memiliki kesempatan untuk melebur dosa-dosa. Salah seorang teolog kaliber dunia dari agama kristen yang banyak mengamati perilaku orang beragama, di seluruh dunia yaitu Prof. Huston smith. Ia sangat cemas dengan perkembangan sains dan teknologi akhir-akhir ini yang menyebabkan perilaku manusia menjauhi agama.

            Dewasa ini, kebanyakan manusia kurang senang mendengar uraian-uraian tentang ajaran agama atau ajaran kebaikan. Mereka lebih senang mendengarv atau menonton tyangan yang sensasi, promosi, dsb sebagai bukti penyalahgunaan teknologi.

3.7 Agama dan Pengendalian Panas Global

            Bahaya pemanasan global yang menimpa planet bumi ini, apabila tidak segera dicarika solusinya, maka bumi ini akan bisa tenggelam oleh air laut sebagaimana kisah yang pernah dialami bumi pada saat datangnya Varaha Avatara. Berdasarkan hasil penelitian ternyata bahwa semua aktivitas manusia dapat dipandang sebagai sebuah aktivitas dosa yang memberikan kontribusi terhadap adanya bahaya pemanasan global. Makan, mandi, bepergian naik kendaraan baik di darat, laut maupu udara semua memberi andil semakin besarnya potensi kandungan karbon monoo ksida pada atmosfer bumi. Kandungan karbon mono oksida yang semakin banyak membuat cuaca, iklim, dan tata kerja alam menjadi tidak menentu bagaikan abnormal. Oleh sebab itu, semestinya para tokoh agama juga secara optimal dapat memotivasi umatnya untuk melakukan tindakan mulia melalui gerakan penanaman pohon. Pohon hijau bukan hanya dapat mengurangi karbon mono oksida, tetapi jugu sebagai penahan banjir dan tanah longsor pada musim hujan. Karena kehidupan dan keselamatan manusia saling terkait dengan lingkungan sekitarnya.

            Demikianlah ajaran-ajaran agama memberikan pengetahuan, peringatan, kesadaran, bahwa hidup itu merupakan suatu sistem yang saling terkait satu sama lain. Perbuatan setiap individu sesungguhnya memiliki efek kosmis, karena antara kesadaran manusia secara individu dan kesadaran kosmis terhubung oleh vibrasi gelombang kosmik. Oleh sebab itu tindakan sekecil apapun yang dilakukan oleh setiap individu manusia pada hakikatnya dapat mempengaruhi secara positif atau negatif tergantung jenis perbuatan yang dilakukan.

3.8 Agama dan Pencemaran Lingkungan

Hampir tidak satupun sudut negeri ini yang tidak mengalami pencemaran, bekas plastik yang kumal berterbangan di jalan-jalan, diberbagai pokok pekarangan terdapat tumpukan sampah yang kotor dan berbau. Hal itu bukan saja mencemari udara dengan baunya yang busuk, tetapi juga dapat mencemari tanah dan air. Para tokoh masyarakat dan tokoh agama utamanya dapat menghimbau atau mengajak umatnya untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan lingkungan dan menjauhkan dari bahaya pencemaran. Melalui sloka-sloka kitab suci Manava Dharmasastra sebagaimana uraian sloka-sloka berikut

nannamadyadekavasa na nagnah snanamacaret

na mutram pathi kurvita na bhasmani na govraje

                                                                        (Manava Dharmasastra IV.45)

“Hendaknya ia tidak makan dengan berpakaian hanya satu potong saja, hendaknya ia tidak mandi telanjang bulat, hendaklah ia tidak kencing di jalan, pada abu, pada kendang sapi”.

Sloka ini memberikan petunjuk kepada manusia, tentang bagaimana seharusnya memelihara lingkungan dan dampak sekecil apapun harus dipertimbangkan. Kencing di jalan, selain bau jalan menjadi besing, juga jalan bukan diperuntukkan sebagai tempat kencing. Kencing pada abu akan menimbulkan reaksi kimia dan hasil reaksi kimia itu akan dibawa terbang oleh angin yang memungkinkan dapat dihirup oleh manusia hal mana akan dapat menyebabkan penyakit. Demikian juga kencing di kandang sapi, selain kandang sapi sudah bau besing ditambah lagi dengan bau kencing, maka hal itu jelas sekali akan mencemari udara dan menyebabkan lingkungan rumah dan masyarakat menjadi tidak nyaman untuk tempat tinggal.

3.9 Agama dan Akulturasi Budaya dalam Kepariwisatawan

Zaman Kaliyuga ini memang telah menyeret manusia secara paksa agar manusia berpikiran materialistik, uang dan harta menjadi tolak ukur kehormatan dan kemuliaan seseorang dewasa ini. Kitab suci Sarasamuccaya menyindir masalah ini melalui sloka-nya yang berbunyi:

Ikang tang daridra, yadyapin prajna tuwi, tan hinidep juga ikang semujarakenya, yadyapi mangene kaladesa tuwi, sabda hitawasana tuwi, nguniweh yan apunggunga ikang wwang daridra, pisaningun hana sambega rumengwa sojarnya

                                                                                    (Sarasamuccaya 282)

“Orang yang miskin itu biarpun pandai, tidak diindahkan segala yang dikatakannya walaupun tepat waktunya, tempatnya, dan ucapannya sungguh-sungguh bermanfaat: apalagi jika si miskin itu bodoh, pasti tidak akan ada orang yang dengan senang mendengarkan kata-katanya”.

3.9.1    Pengaruh Paham Agama Pasar Terhadap Kearifan Budaya

Azas menyama braya merupakan kearifan sosial yang berfungsi sebagai landasan bagi terwujudnya integerasi sosial pada masyarakat Bali yang mengenal diferensiasi sosial atas dasar wangsa, soroh, kelas, aliran agama, partai politik, dan lain-lain. Namun dewasa ini ada kecenderungan azas menyama beraya mulai tergerus. Gejala ini tidak bisa dilepaskan dari semakin kuatnya pengaruh Agama Pasar sehingga dalam berkomunikasi orang  berpegang pada roh Agama Pasar. Akibatnya, seperti dikemukakan Giddens bahwa hubungan murni, yakni hubungan yang didasarkan pada komunikasi emosional dan saling mempercayai yang melandasi hubungan menyama braya menjadi tidak efektif lagi. Karena dalam setiap hubungan sosial orang selalu berfikir dalam konteks roh Agama Pasar agar bisa memenuhi hasrat mereka akan barang maupun jasa

3.9.2  Pariwisata Membonceng Paham Agama Pasar Memangkas Kearifan Lokal

Faktor dunia pariwisata merupakan pertama dan utama mengakibatkan perubahan perilaku manusia di Bali. Tamu manca negara membawa gaya hidup bebas dan materialistik serta menghambur-hambur uang menurut ukuran uang Indonesia karena perbandingan nilainya 1 dolar AS = 10.000 rupiah. Sehingga uang gosok beberapa lembar uang dolas AS akan berpengaruh pada pengembalian keputusan. Pengaruh dunia Barat yang tidak mengenal sakral mencemari para pemuda dan masyarakat, sehingga orang Bali mau melukis aksara Omkara dipusat wanita atau dipantat wanita. Gerakan Ajeg Bali tidak mampu mengembalikan masyarakat Bali kedalam berpikir yang sakral. Selama Bali mengemas dunianya dengan program pariwisata, maka dapat dipastikan bahwa Bali dikemudian hari akan semakin babak belur. Budaya Bali yang disebut mampu menjadi filter dari pengaruh budaya asing secara praktis tidak benar, malah budaya hindu dan Agama Hindu di Bali tergadai oleh dolar. Ada banyak ilmuan mestinya dikerahkan untuk berpikir menyelamatkan Bali dengan tidak berpikir apologis. Bila dilakukan penelitian yang memiliki tingkat kepercayaan mendekati 100% dapat dipastikan bahwa dampak negatif kepariwisataan di Bali dibandingkan dengan dampak positifnya, maka lebih besar dampak negatifnya. Secara nyata belum melalui penelitian telah dapat diketahui dampak negatifnya, yaitu: orang Bali semakin tidak sabar, tidak kuat melaksanakan brata, tidak tahan terhadap gempuran budaya Barat. Pakaian tidak karuan, tattoo, pergaulan bebas, mabuk, dan berbagai perilaku ganjil telah memasyarakat di kalangan para pemuda utamanya.

3.9.3    Bali Harus Dikembalikan pada Kearifan Lokalnya

Ada empat hal yang membuat Bali terkenal sejak zaman dulu hingga kini, yaitu :

1.      Bangunan pura yang banyak

2.      System pertaniannya

3.      Masyarakat yang ramah dan jujur

4.      Keseniannya

Masyarakat Bali yang awalnya memiliki corak religius, spiritual, bukan materialistik semestinya dikembalikan pada karakter aslinya. Dengan sosialisai teologi Hindu itu, maka masyarakat akan memahami secara komprehensif ajaran Hindu. Yang paling menonjol yang akan didapat dari hasil sosialisai teologi Hindu itu adalah bahwa konsep yang menjadi pondasi spiritual masyarakat umat Hindu adalah panca yama brata dan panca niyama brata yang kemudian dikenal dengan dasa yama-niyama brata. Dalam pondasi spiritual tersebut terdapat segala pantangan untuk latihan spiritual, sebagaimana uraian kitab Sarasamuccaya sebagai berikut:

Lawan yama ikang prihen nityaca gawayekena, kuneng, ikang niyama, wenang ika tan langgengen gawayakena, apan ika sang manaket gumawayaken ikang niyama, tatan, yatan ri kagawayaning yama, tiba sira ring nirayaloka

                                                                        (Sarasamuccaya 258) 

“Dan yama (pengendalian diri) haruslah diusahakan, senantiasa dilaksanakan, adapun niyama (janji diri) dapat secara tidak tepat dilaksanakan, sebab orang yang yakin melaksanakan niyama, sedangkan yama diabaikan, orang yang demikian akan jatuh ke neraka loka”.

 

Comments

Popular posts from this blog

JALAN KELEPASAN MENURUT JNANA SIDDHANTA

YADNYA SESA

Tradisi Daerah yang Terkait dengan Animisme dan Dinamisme