NILAI-NILAI KETUHANAN DALAM SATUA PAN BAGIA TEKEN PAN BONGGAN


TUGAS BAHASA BALI
NILAI-NILAI KETUHANAN DALAM
 SATUA PAN BAGIA TEKEN PAN BONGGAN



NI KADEK SRI AGUSTINI
15.1.4.5.1.016




JURUSAN TEOLOGI
FAKULTAS BRAHMA WIDYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2016


KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa, maka penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berupa makalah tepat pada waktu yang telah diberikan. Tanpa adanya anugrah dari Beliau, belum tentu makalah ini akan terselesaikan dengan baik.
Makalah Bahasa Bali dengan judul “NILAI-NILAI KETUHANAN DALAM  SATUA PAN BAGIA TEKEN PAN BONGGAN” ini dibuat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah pengantar Bahasa Bali Semester II , pada Jurusan Teologi Fakultas Brahma Widya, Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Judul tersebut diambil supaya bisa mengetahui nilai-nilai ketuhanan yang terdapat dalam Satua Pan Bagia teken Pan Bonggan.
Makalah ini belumlah bisa dikatakan sempurna, karena keterbatasan pengetahuan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan guna untuk kesempurnaan penulisan berikutnya. Penulis mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini, banyak terdapat kesalahan dan kekurangan yang tentunya tidak ada kesengajaan. Semoga dengan adanya makalah ini, bisa bermanfaat untuk kita bersama, baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.


Denpasar,  Maret 2015
Penulis




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1  Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3  Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
          2.1 Pengertian dari Satua Bali..................................................................... 3
          2.2 Intisari dari Satua Bali Pan Bagia teken Pan Bonggan......................... 4 
          2.3 Nilai-nilai ketuhanan yang terdapat di dalam Satua Bali Pan
               Bagia teken Pan Bonggan...................................................................... 6
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 10
           3.1 Simpulan ............................................................................................ 10
           3.2 Saran .................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Di Bali, kita mengenal adanya Kesusastraan Bali, yang merupakan hasil karya sastra seseorang yang tertuang dalam tulisan karangan yang baik dan bagus. Biasanya karya sastra tersebut digunakan oleh para orang tua maupun para guru di sekolah untuk mendidik anak-anak. Tetapi karya sastra tersebut tidaklah hanya diperuntukkan untuk anak-anak saja, karena Kesusastraan Bali tersebut terdiri dari banyak bagian. Salah satunya yaitu Satua Bali. Yang mana Satua Bali  merupakan cerita rakyat Bali, Secara sempit yang disebut Satua Bali adalah cerita-cerita  yang penyebarannya dari mulut ke mulut dan tidak diketahui siapa penciptanya. Tetapi  dijadikan dasar dalam bertingkahlaku dalam kehidupan sehari-hari karena di dalam cerita tetsebut terdapat amanat yang sangat berhubungan dengan kehidupan kita.
Tetapi seiring dengan perkembangan zaman sekarang ini, Satua Bali tersebut mulai ditinggalkan oleh masyarakat Bali. Masyarakat tidak peduli dengan Satua Bali yang merupakan cerita-cerita yang kebanyakan mengandung mitos yang dijadikan pelajaran dari zaman dulu hingga saat ini. Mereka tidak sadar akan amanat-amanat yang terkandung dalam ceritayang kita miliki. Yang terpenting yaitu tentang hubungan kita  dengan Tuhan. Karena dalam kehidupan ini, kita tidak lepas dari hubungan dengan tuhan.
Pada zaman dahulu pelajaran ketuhanan disampaikan melalui Satua Bali, karena melalui Satua Bali  para orang tua dapat menceritakan cerita yang menarik tetapi mengandung makna yang sangat bermanfaat bagi anaknya. Selain untuk menghibur juga amanatnya dapat dipakai untuk dasar bertingkahlaku dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam menulis suatu makalah, rumusan masalah sangatlah penting, dengan adanya rumusan masalah dapat diketahui inti persoalan sehingga dapat mengarahkan dan menegaskan dalam penulisan suatu makalah. Maka dari itu keputusan masalah dalam makalah yang berjudul “NILAI-NILAI KETUHANAN DALAM SATUA PAN BAGIA TEKEN PAN BONGGAN” berdasarkan latar belakang diatas adalah sebagai berikut:
1.2.1        Apa pengertian dari Satua Bali?
1.2.2        Bagaimana intisari dari Satua Bali Pan Bagia teken Pan Bonggan?
1.2.3        Bagaimana nilai-nilai ketuhanan yang terdapat di dalam Satua Bali Pan Bagia teken Pan Bonggan?
1.3  Tujuan Penulisan
Setiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang tentunya mempunyai tujuan yang sesuai dengan jenis kegiatan yang dilakukan. Apabila kegiatan yang dilakukan tidak mempunyai tujuan, maka kegiatan tersebut tidak akan terarah. Tujuan dalam penulisan makalah ini, berdasarkan rumusan masalah diatas, yaitu:
1.3.1        Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Satua Bali.
1.3.2        Untuk mengetahui bagaimana intisari dari Satua Bali Pan Bagia teken Pan Bonggan.
1.3.3        Untuk mengetahui bagaimana nilai-nilai ketuhanan yang terdapat di dalam Satua Bali Pan Bagia teken Pan Bonggan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN SATUA BALI
Satua Bali merupakan salah satu bagian dari Kesusastraan Bali, yang merupakan cerita dari rakyat Bali. Secara sempit yang disebut Satua Bali adalah cerita-cerita  yang penyebarannya dari mulut ke mulut dan tidak diketahui siapa penciptanya. Tetapi  dijadikan dasar dalam bertingkahlaku dalam kehidupan sehari-hari karena di dalam cerita tetsebut terdapat amanat yang sangat berhubungan dengan kehidupan kita. Tetapi secara luas, Satua Bali merupakan hasil karya sastra dari pengarang yang di buat untuk dipelajari oleh masyarakat luas, dan diamalkan amanat-amanat yang terkandung didalamnya. Yang mana dalam Satua Bali  tersebut terdapat unsur-unsur intrinsik di dalamnya.
Adapun unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam Satua Bali  yaitu:
1.      Tema. Tema merupakan pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra.
2.      Alur. Alur merupakan rangkaian atau  jalannya suatu cerita.
3.      Penokohan. Penokohan merupakan karakteristik dari tokoh dalam cerita.
4.      Latar atau setting. Latar merupakan segala keterangan tentang keadaan suatu cerita.
5.      Sudut pandang. Sudut pandang merupakan membedakan pencerita menjadi pencerita orang pertama atau orang ketiga.
6.      Amanat. Amanat merupakan pesan yang terkandung dalam cerita.



2.2 INTISARI SATUA PAN BAGIA TEKEN PAN BONGGAN
Di Banjar Carik, Desa Gunung Sari anak orang kaya yang bernama Pak Bonggan. Ia bertetangga dengan orang miskin bernama Pak Bagia. Pak Bonggan tidak bisa menjaga keharmonisan dengan tetangga-tetangganya. Ia sangat suka meledek orang miskin dan orang yang kesusahan.ia juga memiliki sifat yang sangat iri, dan tidak suka melihat orang lain senang. Sifatnya sangat kebalik dengan Pak Bagia. Pak Bagia merupakan orang yang murah hati dan sangat disenangin tetangga-tetangganya, karena suka membantu dan rendah diri. Kegiatan sehari-hari Pak Bagia yaitu mencari kayu bakar dan sayur-sayuran di hutan.
Suatu hari tepat pada hari kajeng kliwon, Pak Bagia pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar dan sayur-sayuran untuk menghidupi keluarganya. Sedang asiknya Pak Bagia mencari kayu bakar dan sayur-sayuran, tiba-tiba terdengar sabda dari atas. “ Ih! Pak Bagia sedang apakah kau disana?’’ Pak Bagia sangat takut dan gemetar, kemudian ia menjawab, “ saya sedang mencari kayu bakar dan sayur, kalau tidak mau begini saya mungkin akan mati karena tidak makan”. “Ya! Kalau Pak Bagia mau menuruti perkataan-Ku, kamu pasti akan Bahagia. Disana di bawah pohon besar ada guci tertutup, ambil itu bawa pulang!. Sampai dirumah bukalah guci tersebut”. “ Ya Ratu Betara, saya menuruti perintah Ratu Betara. Disanalah Pak Bagia langsung menuju ke bawah pohon kayu besar tersebut, dan mengambil guci tersebut dan dibawa pulang, sesampainya di rumah dibukalah guci tersebut. Terkejut dia melihat isi guci tersebut, banyak berisi uang slaka. Disanalah mereka sekeluarga sangat berbahagia sekali.
Walaupun Pak Bagia mendapatkan uang yang banyak, tetapi ia tidak berpoya-poya menggunakan uangnya apalagi untuk bersenang-senang. Uang tersebut ia gunakan untuk menghidupi keluarganya dan juga digunakan untuk modal untuk berdagang sehingga Pak Bagia pun bisa seperti orang-orang pada umumnya yang hidupnya tercukupi.
Karena seperti itu keadaan Pak Bagia, Pak Bonggan kemudia bertanya tentang kejadian tersebut. Disanalah Pak Bagia menceritakan kepada Pak Bonggan kalau ada Sabda dari atas langit, disuruh mengambil guci di bawah pohon kayu besar. Di tengah guci tersebut banyak ada uang slaka. Baru sampai disana cerita Pak Bagia, langsung tergesa-gesa Pak Bonggan mengambil baju yang sudah jelek dan robek. Tiba-tiba ia pura-pura menjadi orang miskin, mengikuti prilaku Pak Bagia. Keesokan harinya pergilah Pak Bonggan ke tengah hutan, dan pura-pura mencari kayu bakar dan sayur. Tiba-tiba terdengar Sabda dari atas langit, ““Ih Pan Bonggan kesanalah ke utara, disana di bawah kayu besar ada guci, ambillah dan bawa pulang”.
Baru terdengar seperti itu, Pak Bonggan sangatlah bahagia, kemudian ia pergi ke utara. Karena hutannya terlalu lebat, ia pun tersesat. Ia tidak menemukan jalan apalagi mau menemukan guci tersebut. Sampai malam  ia belum menemukan jalan untuk keluar dari hutan. Ia pun sangat takut dan berlari tergesa-gesa, tanpa disadari ia terjatuh di tebing dan tersangkut di pohon ketket. Disanalah ia baru ingat kalau dirinya sudah babakbelur. Keluar darah, sampai pagi baru ia menemukan jalan menuju ke pinggir hutan.
Jalan tersebutlah ia susuri menuju pulang. Ia berjalan seperti orang punyah. Dan ia pun menangis karena tidak bisa menahan sakit. Sesampainya di rumah, ia pun menuju kamarnya kemudian tidur sambil menahan sakit. Ia tidak berani keluar karena malu dengan kejadian tersebut.  Tetapi masyarakatpun mendengar tentang kejadian tersebut. Seperti pepatah mengatakan, sepintar-pintarnya orang ia tidak akan bisa menutupi asap. Lama-kelamaan asap tersebut pasti akan keluar. 
Jadinya Pak Bonggan selamanya dikatakan jadi manusia pelit dan jahil dengan orang miskin dan sengsara. Begitulah ceritanya kalau jadi orang rakus.

2.3 NILAI-NILAI KETUHANAN DALAM SATUA PAN BAGIA TEKEN PAN BONGGAN
Tuhan dalam agama Hindu disebut Brahman atau di Bali biasa disebut Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang artinya Tuhan yang maha besar dan tahu segalanya. Segala sesuatu tentang Brahman/Ida Sang Hyang Widhi Wasa tidak secara gampang bisa kita pahami kecuali kita sudah memiliki hati yang tulus, bijaksana dan tidak memiliki keterikatan terhadap apapun masalah keduniawian dikarenakan sifat-sifat beliau. Sifat-sifat Beliau banyak disebutkan dalam kitab suci. Dalam Weda disebutkan 4 sifat kemahakuasaan dari Tuhan yang disebut Cadu Sakti yang diantaranya :
1.      Wibhu Sakti : Tuhan Maha Ada yang memenuhi dan meresapi seluruh bhuana/dunia dan berada dimana-mana, tidak terpengaruh dan tidak berubah ("Wyapi Wyapaka Nir Wikara") dan tidak ada tempat yang kosong bagi Beliau karena beliau memenuhi segalanya. Beliau ada di dalam dan di luar ciptaan-Nya.
 Dalam Satua Bali  Pan Bagia teken Pan Bonggan, adapun nilai ketuhanan yang termasuk Wibhu Sakti, yaitu: 
A. “Pak Bonggan tidak bisa menjaga keharmonisan dengan tetangga-tetangganya. Apalagi mengasi orang lain minta mau membantu orang miskin dan orang yang kesusahan, sudahlah sangat jauh.
B.  Tetapi sangat beda dengan Pak Bagia. Ia sangat bisa merendahkan diri, karena sadar dengan diri miskin dan tidak punya apa. Ia juga polos, dan suka mengisi diri. Berbicara yang halus, dan prilakunya juga selalu merendah. Ia rajin dan juga suka membantu orang lain.
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa Wibhu Sakti yaitu Tuhan Maha Ada yang memenuhi dan meresapi seluruh bhuana/dunia dan berada dimana-mana, tidak terpengaruh dan tidak berubah. Tuhan juga berada pada hal-hal yang baik maupun buruk. Karena di dalam diri manusia juga ada tuhan yang disebut dengan Atman.
2.      Prabhu Sakti : Tuhan Maha Kuasa yang menjadi raja dari segala raja (Raja Diraja),  yang menguasai segalanya baik dalam hal penciptaan (Utpetti), pemeliharaan (Stiti), dan Pelebur (Prelina).  
Dalam Satua Pan Bagia teken Pan Bonggan, adapun nilai Ketuhanan yang termasuk Prabhu Sakti, yaitu Tuhan menciptakan manusia dengan sifat dan karakter yang berbeda. Ada yang baik dan ada yang buruk. Begitu pula pada saat beliau sebagai pemelihara, beliau selalu memberikan kebaikan pada orang yang baik dan sabar, begitu pula sebaliknya.  
3.      Jnana Sakti : Tuhan Maha Tahu yang mengetahui segala sesuatu yang terjadi baik di alam nyata maupun tidak nyata, yang terjadi di masa lampau(Atita), yang sedang terjadi (Nagata), ataupun yang akan terjadi (Wartamana).
Dalam Satua Bali  Pan Bagia teken Pan Bonggan, adapun nilai ketuhanan yang termasuk Jnana Sakti, yaitu:
A. “He! Pak Bagia nyari apa disitu? Dengarkanlah Sabda_Ku. Pak Bagia kemudian menjawab; sambil gemetar  karena takutnya. “ Ratu Betara, saya disini mencari kayu bakar dan sayur. Karena keadaan saya sekarang, kalau tidak seperti ini, mungkin saya mati tidak makan’’. “Ya! Kalau Pak Bagia mau menuruti perkataan-Ku, kamu pasti akan Bahagia. Disana di bawah pohon besar ada guci tertutup, ambil itu bawa pulang!. Sampai dirumah bukalah guci tersebut”.   
B. “Ih Pan Bonggan kesanalah ke utara, disana di bawah kayu besar ada guci, ambillah dan bawa pulang”. 
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa, Tuhan Maha Tahu yang mengetahui segala sesuatu yang terjadi, tuhan mengetahui apa yang telah diperbuat oleh Pan Bagia dan Pan Bonggan. Sehingga Tuhan mengetahui phala dari perbuatan yang telah di perbuat oleh Pan Bagia dan Pan Bonggan. Hukum karma phala selalu ada di dunia ini.
4.      Krya Sakti : Tuhan Maha Karya yang setiap saat tidak pernah berhenti melakukan aktifitas baik dalam penciptaan, pemeliharaan, pelebur, pengawasan, penjagaan, sutradara dalam sandiwara kehidupan (demi memberikan pembelajaran dan pengetahuan) dan segala aktifitas lainnya.
Dalam Satua Bali  Pan Bagia teken Pan Bonggan, adapun nilai ketuhanan yang termasuk Krya Sakti, yaitu:
Karena hutannya terlalu lebat, disanalah ia bingung tidak menemukan tempat guci tersebut. Ia balik lagi, tak disangka ia sudah berada di sisi jurang yang dalam. Karena lama ia tersesat, sampai malam belum ditemukan jalan, apalagi mau mencari guci tersebut. Karena terlalu takut, ia berlari tergesa-gesa, tak disangka ia terjatuh di tebing dan tersangkut di pohon ketket. Disanalah ia baru ingat kalau dirinya sudah babak belur. Keluar darah, sampai pagi baru ia menemukan jalan menuju ke pinggir hutan”.
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa, Tuhan Maha Karya yang setiap saat tidak pernah berhenti melakukan aktifitas. Dari Satua Bali Pan Bagia dan Pan Bonggan, sudah jelas bahwa Tuhan selalu melakukan aktivitas untuk menyadarkan umatnya. Supaya umatnya menyadari mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk.








BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Dari makalah diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, karya sastra yang ada di Bali, khususnya Satua Bali perlu dilestarikan, karena di dalamnya mengandung amanat yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai ketuhanan juga tersirat di dalamnya, hanya saja kita yang perlu memahaminya.
Tuhan selalu tahu apa yang terbaik untuk umatnya. Tuhan menciptakan Hukum karma phala dari setiap kegiatan yang kita laksanakan.
3.2 SARAN
Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan bahwa sebagai umat masyarakat bali, kita perlu melestarikan segala jenis karya sastra yang ada di daerah kita sendiri, khususnya yaitu Satua Bali. Dan mengamalkan amanat-amanat yang terkandung di dalamnya.


DAFTAR PUSTAKA
Mayun, Ida Bagus. 2004. Pan Bagia teken Pan Bonggan, Denpasar: Yayasan Sabha Sastra Bali.




Comments

Popular posts from this blog

JALAN KELEPASAN MENURUT JNANA SIDDHANTA

YADNYA SESA

Tradisi Daerah yang Terkait dengan Animisme dan Dinamisme