AHIMSA
Judul : Ahimsa
Audien :
Mahasiswa
Penyusun:
Ni Kadek Sri Agustini
Om
Swastyastu
Yth.
Bapak dosen
Yang
saya hormati, rekan-rekan mahasiswa yang telah berkesempatan hadir pada pagi
hari ini.
Pertama-tama mari kita panjatkan
puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas asung kerta wara nugraha Beliau kita dapat berkumpul di
tempat ini dalam keadaan sehat dan berbahagia. Pada kesempatan ini izinkan saya
memperkenalkan diri, nama saya Ni Kadek Sri Agustini. Saya dari jurusan
Teologi, Fakultas Brahma Widya.
Rekan-rekan yang saya hormati.
Sekarang ini banyak terjadi kasus kekerasan di masyarakat. Kekerasan terhadap
anak kecil dan pembunuhan. Kekerasan tersebut tidak hanya terjadi kepada
manusia saja, tetapi juga terjadi kepada hewan. Ada beredar video di media
sosial adanya kekerasan dan pembunuhan terhadap anjing, bahkaan masih banyak
lagi kekerasan yang terjadi. Melihat fenomena tersebut, tidakkah mereka memiliki
perikemanusiaan, tidakkah mereka memiliki rasa kasihan, apakah tidak tahu mana
perbuatan baik dan buruk atau memikirkan akibat yang akan diterima. Oleh karena
itu, izinkan saya dalam kesempatan ini membawakan Dharma Wacana, yang
berjudul “Ahimsa”.
Rekan-rekan yang saya hormati. Ahimsa merupakan salah satu bagian dari dasa yama brata yaitu sepuluh macam
pengendalian diri untuk mencapai kesempurnaan rohani dan kesejahteraan jasmani
serta kesucian batin berupa dharma
dan moksa. Ahimsa berasal dari kata “a” yang artinya tidak dan “himsa” yang
artinya menyakiti, melukai, membunuh. Jadi kata ahimsa berarti tidak menyakiti, melukai atau membunuh makhluk lain
baik melalui pikiran, perkataan maupun tingkah laku secara sewenang-wenang. Menyakiti,
melukai maupun membunuh merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan dalam ajaran
agama Hindu, karena bertentangan dengan ajaran tattwam asi. Jika setiap orang menyadari bahwa makhluk lain takut
mati dan ingin hidup terus, yang sama dengan dirinya sendiri, maka tidak akan
terjadi penyiksaan dan pembunuhan.
Rekan-rekan yang saya hormati. Ajaran ahimsa disebutkan dalam bhagavadgita 17.14,
Deva-dvija-guru-prajna
Pujanam sauca arjavam
Brhmacaryam ahimsa ca
Sariiram tapa ucyate
Terjemahan: pertapaan jasmani terdiri dari sembahyang kepada Tuhan Yang
Maha Esa, para brahmana, guru kerohanian dan atasan seperti ayah dan ibu,
kebersihan, kesederhanaan berpantang hubungan suami istri dan tidak melakukan
kekerasan.
Dalam bhagavadgita 10.5 disebutkan,
Ahimsa samata
tustis
Tapo danam yaso
yasah
Bhavanti bhava
bhutanam
Matta eva prthag-vidhah
Terjemahan:
tidak melakukan kekerasan, keseimbangan sikap, kepuasan, kesederhanaan,
kedermawanan, kemasyuran, dan penghinaan berbagai sifat tersebut juga dimiliki
oleh para makhluk hidup semua diciptakan oleh Aku sendiri.
Dari kedua sloka tersebut, dapat dipahami bahwa dalam bhagavadgita ahimsa adalah tidak melakukan kekerasan apalagi dalam melakukan
pertapaan jasmani. Tidak melakukan
kekerasan merupakan salah satu sifat makhluk hidup yang diciptakan oleh Tuhan.
Rekan-rekan yang saya hormati. Agama
Hindu mengajarkan kepada umatnya agar
tidak melakukan pembunuhan sewenang-wenang kepada mahluk hidup yang lain,
karena pembunuhan yang dilakukan sewenang-wenang berakibat dosa atau himsa
karma. Namun pada suatu hal pembunuhan juga dapat dibenarkan dalam agama Hindu,
yakni pembunuhan yang dilakukan guna kepentingan yadnya, misalnya :
a. Dewa
puja, yakni membunuh untuk persembahan kepada para Dewa
b. Pitra
puja, yakni membunuh untuk persembahan kepada leluhur
c.
Atithi puja, yaitu membunuh untuk persembahan kepada tamu.
Rekan-rekan yang saya hormati. Demikian
juga membunuh mahluk yang dapat menimbulkan penyakit dapat dibenarkan, misalnya
membunuh nyamuk, dan kutu hal inilah yang disebut “dharma wighata”, juga
membunuh musuh dalam suatu peperangan bagi seorang kesatria diperbolehkan karen
tujuannya mulia. Kalau kita hendak menyemblih binatang, hendaknya terlebih
dahulu binatang itu diberi japa mantra agar jiwa binatang yang dijadikan yadnya
pada nantinya mendapatkan peningkatan saat ia minitis kembali
Rekan-rekan yang saya hormati. Dalam bhagavata purana 6.4.9 menyebutkan,
annaḿ carāṇām acarā hy apadaḥ
pāda-cāriṇām ahastā hasta-yuktānāḿ
dvi-padāḿ ca catuṣ-padaḥ,
Terjemahan: secara
alamiah, buah-buahan dan bunga diperuntukkan sebagai makanan untuk serangga dan
burung; rumput dan binatang yang tidak berkaki adalah sebagai makanan binatang
berkaki empat seperti sapi dan kerbau; binatang yang tidak menggunakan kaki
depannya sebagai tangan adalah makanan bagi binatang seperti macan, yang
memiliki cakar; dan binatang berkaki empat seperti rusa dan kambing, maupun
biji-bijian, adalah makanan bagi manusia”.
Ini berarti secara alami manusia memang diijinkan
melakukan pembunuhan binatang untuk kebutuhan hidupnya.
Rekan-rekan yang saya hormati. Dari
uraian yang telah saya sampaikan tadi, dapat saya simpulkan bahwa, Ahimsa merupakan salah satu bagian dari dasa yama brata yaitu sepuluh macam
pengendalian diri untuk mencapai kesempurnaan rohani dan kesejahteraan jasmani
serta kesucian batin berupa dharma
dan moksa. Ahimsa diartikan tidak menyakiti, melukai atau membunuh makhluk
lain baik melalui pikiran, perkataan maupun tingkah laku secara
sewenang-wenang. Namun pembunuhan untuk kepentingan dharma merupakan tindakan yang benar dan tidak merupakan himsa karma.
Rekan-rekan yang saya hormati. Kita
menjelma sebagai manusia adalah sungguh-sungguh yang utama. Oleh karena itu, kita
harus mampu mengendalikan pikiran, perkataan maupun perbuatan kita untuk tidak menyakiti,
melukai ataupun membunuh makhluk lain secara sewenang-wenang. Tujuannya agar
kita tidak menjadi salah satu pelaku kekerasan, yang sangat merugikan diri
sendiri, makhluk lain maupun lingkungan. Kita harus mampu membedakan mana hal
yang baik dan hal yang buruk untuk dilakukan.
Bapak
dosen dan rekan-rekan yang saya hormati. Demikian dharma wacana yang dapat saya sampaikan pada hari ini, apabila ada
kesalahan yang tidak saya sengaja, saya mohon maaf. Akhir kata saya tutup
dengan puja paramasanti,
Om Santih, Santih, Santih Om
Comments
Post a Comment